Beberapa pendapat mengatakan 'galak itu bagus' karena akan membuat anak
menjadi penurut dan tidak tumbuh sebagai orang yang seenaknya sendiri.
Pendapat lain mengatakan 'lemah lembut itu bagus' karena tidak membuat
anak tertekan dan merasa disayangi. Nah, mana sih yang lebih efektif:
ibu lemah lembut atau yang galak?
"Yang perlu dipahami adalah tidak semua anak cocok dengan ibu yang
galak. Juga tidak semua anak cocok dengan ibu yang lemah lembut, yang
mana ketidakcocokan ini akan membuat anak menjadi manipulatif dan tidak
bisa diatur. Orang tualah yang paling paham anaknya, karena anak punya
profil yang sebagian adalah milik orang tua itu sendiri," tutur psikolog
anak dan keluarga, Roslina Verauli MPsi, dalam perbincangan dengan
detikHealth.
Ibu galak yang sering marah jika anaknya tidak mendapat prestasi terbaik, populer disebut 'Tiger Mom'. Menurut perempuan yang akrab disapa Vera ini, sosok tiger mom bukan sekadar tegas dan banyak aturan tetapi juga terlalu mengarahkan anak. Orang tua mengarahkan anak memang sudah seharusnya dilakukan, namun bukan dengan membatasi ruang gerak anak dengan menciptakan 'lorong' versi orang tua.
Ibu galak yang sering marah jika anaknya tidak mendapat prestasi terbaik, populer disebut 'Tiger Mom'. Menurut perempuan yang akrab disapa Vera ini, sosok tiger mom bukan sekadar tegas dan banyak aturan tetapi juga terlalu mengarahkan anak. Orang tua mengarahkan anak memang sudah seharusnya dilakukan, namun bukan dengan membatasi ruang gerak anak dengan menciptakan 'lorong' versi orang tua.
"Tidak efektif kalau anak masalahnya apa, langsung dimaki-maki," sambung Vera.
Menurut Vera, disiplin itu tidak saklek, melainkan melalui proses.
Situasi saat orang tua masih kecil dengan kondisi anak-anaknya sekarang
tentu berbeda. "Kalau semuanya pakai cara keras tentu tidak cocok,"
imbuhnya.
Dihubungi terpisah, psikolog anak dan remaja Ratih Zulhaqqi, lebih menyarankan orang tua tegas. Lemah lembut boleh saja, tetapi bukan berarti tidak bisa bersikap tegas. Untuk menjadi tegas pun tidak perlu dengan marah-marah atau bersikap galak.
"Kami biasanya tidak pernah menyarankan untuk menjadi tiger mom karena rentan menimbulkan 'luka'. Tapi orang tua sendiri punya hak untuk memodifikasi pola-pola pengasuhan, di mana pola pengasuhan itu tidak bisa berdiri sendiri. Yang terbaik adalah otoritatif dan demokratis. Otoritatif akan membuat orang tua punya power dan tetapkan regulasi," papar Ratih.
Dalam menerapkan pola pengasuhan, ada baiknya juga melihat kondisi anak. Jika menerapkan aturan, maka orang tua harus konsisten menjalankannya dan disesuaikan dengan kemampuan anak.
"Orang tua jangan hanya bisanya marah tanpa mau mendengarkan anak. Karena anak juga punya pendapat yang perlu didengar. Di luar sana, nantinya tantangan memang tinggi. Tapi jangan menyiapkan dengan men-drill anak. Yang lebih perlu adalah menyiapkan mental anak untuk bisa menghadapinya," saran Ratih.
Nah, menyiapkan mental anak adalah bukan dengan membuatnya 'terbiasa terluka'. Tapi diberi pengertian bahwa di luar sana ada hal-hal apa saja yang bisa terjadi. Jadilah pendengar yang baik untuk anak agar bisa memberikan solusi atas apa yang sedang mereka hadapi. Pendampingan yang baik akan membuat anak percaya diri dalam proses pendewasaannya.
Dihubungi terpisah, psikolog anak dan remaja Ratih Zulhaqqi, lebih menyarankan orang tua tegas. Lemah lembut boleh saja, tetapi bukan berarti tidak bisa bersikap tegas. Untuk menjadi tegas pun tidak perlu dengan marah-marah atau bersikap galak.
"Kami biasanya tidak pernah menyarankan untuk menjadi tiger mom karena rentan menimbulkan 'luka'. Tapi orang tua sendiri punya hak untuk memodifikasi pola-pola pengasuhan, di mana pola pengasuhan itu tidak bisa berdiri sendiri. Yang terbaik adalah otoritatif dan demokratis. Otoritatif akan membuat orang tua punya power dan tetapkan regulasi," papar Ratih.
Dalam menerapkan pola pengasuhan, ada baiknya juga melihat kondisi anak. Jika menerapkan aturan, maka orang tua harus konsisten menjalankannya dan disesuaikan dengan kemampuan anak.
"Orang tua jangan hanya bisanya marah tanpa mau mendengarkan anak. Karena anak juga punya pendapat yang perlu didengar. Di luar sana, nantinya tantangan memang tinggi. Tapi jangan menyiapkan dengan men-drill anak. Yang lebih perlu adalah menyiapkan mental anak untuk bisa menghadapinya," saran Ratih.
Nah, menyiapkan mental anak adalah bukan dengan membuatnya 'terbiasa terluka'. Tapi diberi pengertian bahwa di luar sana ada hal-hal apa saja yang bisa terjadi. Jadilah pendengar yang baik untuk anak agar bisa memberikan solusi atas apa yang sedang mereka hadapi. Pendampingan yang baik akan membuat anak percaya diri dalam proses pendewasaannya.
Sumber : detik
No comments:
Post a Comment