Menurut Kelly, penelitian ini diambil dengan melihat iklim emosi dalam keluarga sebagai penyebab kerentanan anak perempuan terhadap diet berisiko. Di Australia, setidaknya sekitar 39 persen anak perempuan remaja dan 13 persen remaja laki-laki menjalani diet menengah atau ekstrem, kata Kelly.
Para peneliti menyurvei, lebih dari 4.000 anak perempuan usia 11-14 tahun di 231 sekolah di tiga negara bagian Australia. Anak-anak remaja ini menjawab kuesioner tentang perilaku tertentu termasuk menghitung kalori, mengurangi jumlah makanan atau melewatkan makan sebagai cara untuk mengendalikan berat badan, serta seberapa sering terlibat dalam aktivitas keluarga, ada juga yang "jarang/tidak pernah" dan "hampir selalu."
Mereka juga menjawab kuesioner tentang suasana hati dan perasaan untuk menggambarkan seberapa dekat dengan ayah dan ibu. Kemudian diberi tiga item tentang konflik di rumah, seperti orang dalam keluarga sering menghina dan berteriak pada satu sama lain.
Hasilnya dirilis dalam Jurnal Eating Behaviors menyebutkan, mereka dengan tingkat konflik keluarga yang tinggi, lebih rentan terjebak menjalani diet ekstrem. Perasaan tertekan tampaknya menjelaskan hubungan itu.
Hasil penelitian juga melaporkan, gadis remaja dengan status sosial ekonomi keluarga yang rendah akan mengalami pubertas dini, serta memiliki periode menstruasi pertama di usia 11 tahun atau lebih muda. Selain itu, yang pasti, mereka cenderung gemar diet.
"Temuan bahwa konflik keluarga memengaruhi kecenderungan diet pada remaja memperkuat argumen, mengatasi depresi justru lebih penting daripada mengajak para remaja putri agar tidak menjalankan diet sehat," katapsikolog dari Toumbourou Deakin University di Geelong, Australia, John Toumbourou.
Sumber : Liputan6
No comments:
Post a Comment